Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 19 November 2013

PERBEDAAN FI'IL MADLI MABNI MA'LUM DAN MABNI MAJHUL

هيئة فعل الماضى المعلوم و المجهول

Makalah
DisusunGunaMemenuhiTugas
Mata Kuliah: Shorof II
DosenPengampu: Amin Nasir, SS., MSI





 













Disusun Oleh:
Muchammad ‘Izzul Ma’aly      


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/ PBA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Ilmu Bahasa, telah kita ketahui bahwa suatu “kalimat” tersusun dari sejumlah “kata”. Dan setiap “kata” yang tersusun menjadi sebuah kalimat itu mempunyai jabatan tertentu dalam struktur kalimat, Sehingga “kata” yang telah tersusun menjadi sebuah “kalimat” dapat memberikan pemahaman secara sempurna kepada sipembaca. Struktur kalimat dalam tata bahasa Arab biasanya terdiridari fi’il, fa’il, dan maf’ul.Kadang sebuah kalimat menyebutkan fa’ilnya (mabnima’lum) dan kadang kitajuga menemukan kalimat yang fa’ilnya tidak disebutkan (mabni majhul).Oleh karena itu, masalah tersebut akan kami bahas dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Fi’il Madli Ma’lum?
2.      Apa pengertian Fi’il Madli Majhul?
3.      Bagaimana cara membuat Fi’il Madli Majhul?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Fi’il Madli Mabni Ma’lum
Para ulama’ memberi pengertian pada fi’il yang mabni ma’lum/fa’il dengan 2 (dua) pengertian, yakni:
1.    مَاكَانَ اَوَّلُهُ مَفْتُوْحًا, yaitu: setiap fi’il madli yang huruf pertamanya dibaca fathah, contoh:نَصَرَ (menolong) pada lafadz ini huruf pertamanya yaitu nun berharokat fathah.
2.    مَاكَانَ اَوَّلُهُ مُتَحَرِّكٍ مِنْهُ مَفْتُوْحًا, yaitu: setiap fi’il madli yang huruf pertamanya huruf yang berharokat (sekalipun bukan huruf awal) berupa harokat fathah, contoh: اِجْتَمَعَpada lafadz ini huruf pertama yang berharokat yaitu ta’ berharokat fathah, di sini dianggap sebagai huruf pertama yang berharokat fathah karena fa’ fi’ilnya yang berupa jim disukun, sedangkan harokat yang berada pada hamzah washol yang berupa kasroh tidak dianggap, karena harokat hamzah wasol ketika di tengah kalimat digugurkan.[1]

B.     Pengertian Fi’il Madli Mabni Majhul
الْفِعْلُ الْمَجْهُوْلِ مَالَمْ يُذْكَرُ فَاعِلُهُ فِى الْكَلاَمِ بَلْ كَانَ مَحْذُوفًا لِغَرْضِ مِنْ اْلاَغْرَاضِ وَيَنُوْبُ عَنْ الْفَاعِلِ بَعْدَ حَذْفِهِ الْمَفْعُوْلِ بِهِ [2]
Artinya: “Fi’il mabni majhul ialah kalimat yang tidak disebutkan fa’ilnya dalam kalam, tetapi fa’il tersebut dibuang karena ada tujuan tertentu dan setelah fa’il dibuang, maf’ul bih menggantikan kedudukan fa’il (dalam menyandarkan fi’il pada maf’ul).”
Contoh:سُرِقَ الْمَالُ
Asalnyaسَرَقَ زَيْدٌ الْمَالَ fa’il yang berupa lafadzزَيْدٌdibuang karena ada tujuan tertentu, kemudian maf’ul yang berupa lafadz الْمَالَmenggantikan kedudukan fa’il dan diberi hukumnya fa’il termasuk dibaca rofa’, kemudian fi’il dirubah bentuk (mabni maf’ul) untuk membedakan antara fa’il yang asli dan fa’il pengganti (naibul fa’il).[3]

C.     Cara Membuat Fi’il Madli Mabni Majhul
Sesuai dengan ketentuan di atas, yakni setelah membuang fa’il serta maf’ul menggantikan tempat fa’il, maka terjadi keserupaan apakah fa’il itu yang asli atau pengganti fa’il (naibul fa’il), maka dari itu  untuk membedakannya fi’il tersebut dirubah bentuknya yang kemudian disebut fi’il mabni majhul, adapun cara membuatnya yaitu:
Untuk fi’il madli yang akan dibuat menjadi mabni majhul secara garis besar dengan ketentuan qoidah:
ضُمَّ اَوَّلُهُ وَكُسِرَ مَا قَبْلَ اْلاَخِيْرِ
Artinya: “Huruf pertama dibaca dlomah dan huruf sebelum akhir dibaca kasroh”
Dengan ketentuan sebagai berikut:
v Fi’il tsulatsi dan ruba’i. Fi’il tsulatsi dan ruba’i ini jika akan dibuat menjadi mabni majhul, maka caranya adalah dengan membaca dlommah huruf pertama dan membaca kasroh huruf sebelum akhir.
contoh: نُصِرَنَصَرَ -- فَعَلَ
دُخْرِجَدَخْرَجَ -- فَعْلَلَ
اُكْرِمَ اَكْرَمَ - - اَفْعَلَ
Kecuali jika berupa fi’il tsulatsi mujarrod dari fi’il bina’ mu’tal ‘ain baik yang berupa wawu atau ya’, maka ketika akan dibuat menjadi mabni majhul maka fi’ilnya boleh dibaca tiga wajah,[4] yaitu:
1)   Murni dibaca kasroh, ini merupakan lughot yang paling fasyih karena tidak ada unsur berat sama sekali.
contoh:
a.    ‘Ain fi’il berupa wawu
Seperti lafadz yangقِيْلَ asalnyaقُوِلَ harokat wawu berupa kasroh dipindah pada huruf sebelumnya, maka menjadiقِوْلَ kemudian wawu diganti ya’ karena wawu tadi mati dan huruf sebelumnya kasroh, maka menjadi قِيْلَ.
b.    ‘Ain fi’il berupa ya’
Seperti lafadz yangبِيْعَ  asalnyaبُيِعَ harokat ya’ berupa kasroh dipindah pada huruf sebelumnya, maka menjadi بِيْعَ.
2)   Murni dibaca dlommah, ini merupaka lughot yang lemah. Menurut bahasa bani dubair dan bani fuq’as yang merupakan paling fasyihnya bani ‘asad, dan termasuk lughot yang paling lemah karena beratnya dlomah berkumpul dengan wawu, contoh: قُوْلَ danبُوْعَ.
3)   Dibaca isymam, yaitu mengucapkan fa’ fi’il dengan harokat antara dlomah dan kasroh, ini merupakan lughot yang fasyih karena masih terhitung ringan akan tetapi bukan yang afshoh (paling fasyih) dikarenakan masih ada isymamnya. Sedangkan pengucapan harokat antara dlomah dan kasroh tidak bisa tampak dalam tulisan, tetapi bisa wujud dalam ucapan. Menurut Imam Al Alawi caranya adalah mengucapkan juz dari harokat kasroh yang banyak dan suaranya murni suara ya’, contoh: قِيْلَdanبِيْعَ.
Begitu pula fa’ fi’ilnya bina’ mudlo’af juga memiliki tiga wajah, tapi yang paling fashih adalah dibaca dlomah, kemudian isymam dan yang terakhir adalah kasroh.
Contoh: lafadz حَبَّ boleh dibaca:
1)   Kasroh: حِبَّ
2)   Dlomah: حُبَّ
3)   Isymam: حبَّ
Ada juga lafadz yang ikut wazan اِفْتَعَلَ dan  اِنْفَعَلَketika berbentuk mu’tal ‘ain dan mudlo’af, maka huruf yang mendampingi ‘ain fi’il dan hamzah wasol juga mempunyai tiga wajah:
1)   Dibaca kasroh,
contoh: اِخْتَارَ menjadi اُخْتُيِرَdiucapkan اِخْتِير dan اِشْتَدَّ diucapkan .اِشْتِدَّ
اِنْقَادَ menjadi اُنْقُوِدَ diucapkan اِنْقِيْدَ danاِنْهَلَّ diucapkan اِنْهِلَّ.

2)   Dibaca dlomah,
contoh:اُخْتُيِرَ  diucapkan اُخْتُوْرَ danاُشْتُدَّdiucapkan.اُشْتُدَّ
اُنْقُوِدَ diucapkan اُنْقُوْدَ danاُنْهُلَّ diucapkan اُنْهُلَّ.
3)   Dibaca isymam,
contoh: اُخْتُيِرَ diucapkan اخْتِيرdan اُشْتُدَّ diucapkan .اشْتدَّ
اُنْقُوِدَdiucapkan انقيد danاُنْهُلَّ diucapkan انهلّ.[5]
v Fi’il madli yang diawali dengan ta’ tambahan, jika akan dibuat menjadi mabni majhul, maka huruf pertama dan keduanya dibaca dlomah, karena agar tidak serupa dengan wazan mudlori’nya فَعَّلَ dan huruf sebelum akhir dibaca kasroh[6].
contoh:تُكُسِّرَ - تَكَسَّرَ - تَفَعَّلَ
تَبَاعَدَ - تُبُوْعِدَ -تَفَاعَلَ.
v Fi’il yang dimulai hamzah washol, jika akan dibuat menjadi mabni majhul, maka huruf yang pertama dan yang ketiga dibaca dlomah serta huruf sebelum akhir dibaca kasroh.
contoh:اُمْتُحِنَاِمْتَحَنَ –- اِفْتَعَلَ
 اِنْكَسَرَ – اُنْكُسِرَ-  اِنْفَعَلَ
اُسْتُحْلِىاِسْتَحْلَى -- اِسْتَفْعَلَ.


BAB III
PENUTUP
Simpulan
Fi’ilmadli -ditinjaudariada-tidaknyafa’il- dibagimenjadidua.yaitu:
1.    Mabnima’lum, adalahfi’il yang fa’ilnyadisebutkan.
2.    Mabnimajhul, adalahfi’il yang fa’ilnyatidakdisebutkan. Jikafi’ilmadli, makahurufawaldibacadhommahdanhurufsebelumakhirdibacakasrah.
المجهول
المعلوم
البناء
سُرِقَ
سَرَقَ
سالم
أُمِلَ
أَمَلَ
مهموز "ف"
سُئِلَ
سَأَلَ
مهموز "ع"
قُرِئَ
قَرَأَ
مهموز "ل"
حُبَّ
حِبَّ
حبَّ
حَبَّ
مضاعف
وُعِدَ
وَعَدَ
مثال  واوى
يُسِرَ
يَسَرَ
مثال  يائى
قِيْلَ
قُوْلَ
قيل
قَالَ
أجواف واوى
خِيْفَ
خُوْفَ
خيف
خَافَ
أجواف (فَعِلَ)
بِيْعَ
بُوْعَ
بيع
بَاعَ
أجواف  يائى
غُزِيَ
غَزَا
ناقص واوى
رُمِيَ
رَمَى
ناقص يائي
وُقِيَ
وَقَى
لفيف مفروق
طُوِيَ
طَوَى
لفيف مقرون


مزيد
مجرّد

مجهول
معلوم
مجهول
معلوم
ثلاثي
أُفْعِلَ
فُعِّلَ
فُوْعِلَ
أَفْعَلَ
فَعَّلَ
فَاعَلَ
فُعِلَ
فُعِلَ
فُعِلَ
فُعِلَ
فُعِلَ
فُعِلَ
فَعَلَ
فَعَلَ
فَعَلَ
فَعِلَ
فَعِلَ
فَعُلَ
اُفْتُعِلَ
اُنْفُعِلَ
افْعِلَّ
تُفُعِّلَ
تُفُوْعِلَ
اِفْتَعَلَ
اِنْفَعَلَ
اِفْعَلَّ
تَفَعَّلَ
تَفَاعَلَ
اُسْتُفْعِلَ
اُفْعُوْعِلَ
اِسْتَفَعَلَ
اِفْعَوْعَلَ
تُفُعْلِلَ
تَفَعْلَلَ
فُعْلِلَ
فَعْلَلَ
رباعي
اُفْعُلِلَّ
اُفْعُنْلِلَ
اِفْعَلَلَّ
اِفْعَنْلَلَ





DAFTAR PUSTAKA

M. Sholahudin shofwan. 2000. Mabadi’ Ahs Shorfiyyah pengantar al qawaid ash shorfiyyah. darul hikmah:Jombang.
Asmuni, syarah alfiyah li ibni shoban.
Syaikh Mushtofa al Gholayaini.2005.Jami’al durus.dar al hadits:Kairo.
Tadrijul adnan.



[1]At-Tarsif. Hlm.20
[2] Jami’ al-Durus. Hlm. 41
[3] M. Sholahudin shofwan. 2000. Mabadi’ Ahs Shorfiyyah pengantar al qawaid ash shorfiyyah. Jombang: darul hikmah. Hlm. 34
[4]Ibid. Hlm.39-40
[5]Asmuni.Hlm. 64
[6]Tadrijul Adna. Hlm. 9

Rabu, 05 Juni 2013

PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF BESERTA PERBEDAANNYA


PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF
BESERTA PERBEDAANNYA
Makalah
Disusun guna untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Metodologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Bpk. Abdul Mutholib, S.Ag.,  M.Pd.



Di susun oleh: 
Muchammad ‘Izzul Ma’aly
111516

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH (PBA)
2013

BAB I
PENDAHULUAN
I.         Latar Belakang
Mahasiswa merupakan agen pembaharuan, baik dari segi akhlak maupun ilmu pengetahuan. Karena ditangan mahasiswalah sebuah bangsa dapat meraih sebuah  kejayaan, dan kejayaan sendiri tidak akan terwujud tanpa adanya sebuah tindakan riil. Salah satunya adalah dengan cara meneliti sebuah obyek/masalah tertentu, kemudian hasilnya diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Bagi seorang mahasiswa penelitian bukanlah menjadi sesuatu yang asing lagi. Dan disetiap inovasi pastilah membutuhkan sebuah penelitian yang digunakan untuk merperkuat argumen. Dalam melakukan sebuah penelitan, kita membutuhkan sebuah metode. Metode tersebut antara lain metode penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Kita menggunakannya sesuai dengan kebutuhan saat penelitian. Seperti saat menyusun skripsi ataupun dalam mencari sebuah penemuan ilmu baru.

II.      Rumusan Masalah
1.    Apa definisi penelitian itu?
2.    Apa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif?
3.    Bagaimana perbedaan diantara kedua metode tersebut?


BAB II
PEMBAHASAN

1.        Pengertian Penelitian
Penelitian dapat diartikan sebagai suatu dialog yang terjadi secara terus menerus antara dua jenis kenyataan, yaitu antara agreement reality dan experiential reality. Penelitian merupakan suatu usaha menghubungkan kenyataan empirik dengan teori. Karena dalam penelitian kualitatif, penelitian dilakukan bukan dalam rangka menguji teori atau hipotesis, melainkan menemukannya.
Teori dalam penelitian kuantitatif bersifat a priori yang disusun secara deduktif dan logis, sedangkan teori dalam penelitian kualitatif disusun melalui dasar (grounded) ditemukan melalui induktif. Teori yang ditemukan melalui dasar itu memenuhi dua kriteria, yaitu sesuai dengan situasi empiris dan fungsi teori, yaitu : meramalkan, menerangkan, menafsirkan, dan mengaplikasikan.
Adapun meneliti adalah mencari data yang akurat. Maka dari itu, seorang peneliti harus memakai instrumen penelitian. Dalam ilmu-ilmu alam, teknik, dan ilmu-ilmu empirik lainnya, instrumen penelitiannya memakai termometer untuk mengukur suhu, timbangan untuk mengukur berat. Dan semua itu sudah ada, sehingga tidak perlu lagi untuk membuat instrumen penelitian. Berbeda dengan penelitian sosial, kebanyakan instrumen yang akan digunakan untuk meneliti tidak ada. Sehingga peneliti harus membuat atau mengembangkannya sendiri. Supaya instrumen dapat dipercaya, maka perlu adanya validitas dan reliabilitas.[1]

2.        Definisi Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif
Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berintraksi dengan orang-orang di tempat penelitian (McMillan & schumantar, 2003). Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagi jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (strauss & corbin, 2003).[2]
Berdasarkan pada filsafat konstruktif, penelitian kualitatif mengasumsikan realita sebagai sesuatu yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Interaksi dengan individu dan pengalaman berbagai peristiwa dipahami berdasarkan pemahaman subjektif. Peneliti yang menggunakan metode kualitatif percaya bahwa realita adalah suatu bentuk sosial. Dengan kata lain, yang menjadi persepsi mereka adalah segala hal yang mereka sadari betul “nyata” hal yang membuat mereka melakukan sesuatu, berfikir, dan merasakan sesuatu.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti dilibatkan dalam situasi maupun  fenomena yang sedang dipelajari. Dan juga mengasumsikan fungsi intraksi sosial dengan cara pendekatan interaktif dan interaksi aktif. Dengan kata lain, dengan penelitian kualitatif ini, peneliti lebih mempersiapkan instrumen “orang” dari pada instrumen lain.
Adapun istilah pendekatan kuantitatif sering kali juga disebut sebagai metode ilmiah, empirik, behavioristik, positivistik, fungsionalis, deduktif, makro, klasik, tradisional, reduksionis, atomistik, dan masih banyak lagi. Walaupun demikian metode yang digunakan dalam ilmu alam tidaklah selalu sinonim dengan statistika inferensial, karena ia meliputi proses induksi analitik. Dalam induksi analitik peneliti bergerak dari suatu data menuju formulasi hipotesis untuk menguji dan memverifikasinya (Znaniecki dan Lindesmith, dalam brannen, Ed., 1992).[3]
Pendekatan kuantitatif melaksanakan penelitian dengan cara yang sistematik, terkontrol, empirik, dan kritis mengenai hipotesis hubungan yang diasumsikan di antara fenomena alam. Pendeatan ini memandang bahwa kebenaran dapat ditemukan bila kita dapat menyingkirkan “campur tangan” manusia dalam melakukan penelitian, atau dengan perkataan lain bahwa peneliti harus mengambil jarak dengan obyek yang diteliti. Penelitian kuantitatif ini lebih menekankan kepada cara fikir yang lebih positivistik yang bertitik tolak dari fakta sosial yang ditarik dari realitas obyektif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (nilai, peringkat, atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain (Creswell, 2002). Oleh karena itu penelitian kuantitatif secara tipikal dikaitkan dengan proses induksi enumeratif, yaitu menarik kesimpulan berdasar angka dan melakukan abstraksi berdasar generalisasi. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menemukan seberapa banyak karekteristik yang ada dalam populasi induk mempunyai karekteristik seperti yang terdapat pada sampel.[4]

3.        Perbedaan Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Secara tradisional terdapat jurang antara penelitian kualitatif dan kuantiatatif, dimana masing-masing memiliki paradigma yang sedikit berbeda (Layder, 1988). Perbedaan antara kedua paradigma itu berkaitan dengan tingkat pembentukan pengetahuan dan proses penelitian.[5]
Menurut Soegiyanto (1989) perbedaan antara paradigma kualitatif dengan kuantitatif dapat dilihat pada argumentasi klasik dalam filsafat realisme dan idealisme. Dapat  juga dikatakan bahwa pertanyaan disandarkan pada hubungan dunia luar dengan proses mengetahui (knowing). Sedangkan menurut Burges (1985) menyarankan untuk tidak mempertentangkan secara berlebihan antara pendekatan kualitatif dengan kuantitatif, walaupun banyak kontra antara keduanya. Karena kedua metode tersebut justru saling melengkapi (complement each other). Berbagai teknik pendekatan sangat bermanfaat untuk topik tertentu. Sebagaimana untuk mengetahui masalah sosial tertentu memakai metode kualitatif, sedangkan untuk mengetahui aspek distribusi atau korelasi yang relevan dipilih pendekatan kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sempel tertentu, teknik pengambilan sempel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositvisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang ilmiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sempel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[6]
Jadi, metode penelitian kualitatif cocok dipakai dalam masalah yang belum jelas, lingkup yang kecil, sehingga penelitian lebih mendalam dan bermakna. Sementara itu, penelitian kuantitatif dipakai dalam lingkup yang lebih besar. Metode kualitatif cocok untuk menemukan hipotesis/teori, sedangkan kuantitatif sebagai penguji hipotesis/teori.



[1] Sugiyono. 2010. Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D). Bandung: ALFABETA, hlm. 50
[2] Syamsuddin  & Vismaia S. Damaianti. 2009. Metode penelitain pendidikan bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 73
[3] Asmadi Alsa. 2003. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian Psikologi. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, hlm. 12
[4] Ibid, hlm. 13
[5] Julian Brannen. 2002. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 9
[6] Sugiyono. 2010. Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D). Bandung: ALFABETA, hlm. 14-15