HADITS NABI
BESERTA PEMBAGIANNYA
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata
Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen
Pengampu : Bapak Ahmad Zaini,Lc,M.S.I.
Disusun Oleh:
M. ‘Izzul Ma’aly (111516)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH / PBA
2012
PENDAHULUAN
Pembukuan
hadits baru bisa dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama (hampir 100
tahun) setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah
bahwa banyak hadits yang dipalsukan, maka keabsahan hadits-hadits yang beraedar
di kalangan kaum muslimin menjadi debatable, meskipun mereka telahj meneliti
dengan seksama.
Bekal
pengetahuan ilmu hadits menjadi sangat bermanfaat bagi para peneliti dan
pengkaji hadits. Karena untuk mempelajari dan mengkaji hadits-hadits Nabi,
seseorang tidak bisa mengabaikan ilmu hadits ini. Dengan ilmu ini, para ulama
dahulu dapat mengetahui kualitas hadits, apakah ia shahih, hasan, atau dhoif.
Dengan ilmu ini dapat dibedakan jenis dan bentuk hadits, apakah mutawatir atau
ahad, mansyur, aziz, atau gharib, qudsi, atau maqthu’, dan sebagainya. Dengan
ilmu ini pula ia dapat mengetahui apakah hadits ini benar-benar berasal dari
Nabi atau bukan (palsu, maudhu’).
Rumusan Masalah
1.
Apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi kualitasnya?
2.
Apa saja pembagian hadits ditinjau dari segi
kuantitasnya?
PEMBAGIAN
HADITS
A.
HADITS DITINJAU
DARI SEGI KUANTITASNYA
1.
Hadits
Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi’ yakni yang datang
berikutnya atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada
jaraknya[1].
Sedangkan pengertian hadits mutawatir menurut istilah, terdapat beberapa
definisi, antara lain sebagai berikut:
Menurut Nur Ad-Din mendefinisikan
مَارَوَاهُ جَمْعٌ عَنْ جَمْعٍ نُحِيْلُ
اْلعَادَةُ تَوَاطُؤُهُمْ عَلَى الكَذِبِ.
“Hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindar dari kesepakatan mereka
untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan pada
panca indra”.
Ø Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Menurut ulama mutaakhirin, ahli ushul, suatu hadits dapat
ditetapkan sebagai hadits mutawatir, bila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a.
Diriwayatkan
oleh sejumlah besar perawi
b.
Adanya
keseimbangan antar perawi pada thabaqat pertama dengan thabaqat berikutnya
c.
Berdasarkan
tanggapan panca indra
Ø Pembagian Hadits Mutawatir
a.
Mutawatir
Lafzhi
b.
Mutawatir
Ma’nawi
c.
Mutawatir Amali
Ø Hadits Mutawatir mempunyai nilai ilmu dharuri (yufid ila ‘ilmi
al-dharuri), yakni keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan
yang diberikan oleh hadits mutawatir tersebut, hingga membawa keyakinan yang
qath’I (pazti).
2.
Hadits Ahad
Al-ahad jama’ dari ahad, menurut bahasa berarti al wahid atau satu.
Dengan demikian khabar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu
orang[2].
Sedangkan hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan para
ulama, antara lain sebagai berikut:
ما
لم تبلغ نقلته فى الكثرة مبلغ الخبر المتواتر سواء كان المخبر واحدا و اثنين او
ثلاثا او اربعة او خمسة او الى غير ذلك من الاعداد التى لا تشعر بأن الخبر دخل بها
فى خبر المتواتر.
“Khabar yang jumlah
perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi hadits mutawatir, baik perawi
itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah
perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadits mutawatir”.
Muhammad Abu Zahrah mendefinisikan “tiap-tiap khabar yang
diriwayatkan oleh satu, dua orang atau lebih diterima dari Rasulullah SAW dan
tidak memenuhi persyaratan hadits masyhur”.
Ø Pembagian Hadits Ahad
a.
Hadits Masyhur
Masyhur menurut bahasa, ialah al-intisyar wa al-dzuyu’: sesuatu
yang sudah tersebar dan populer. Menurut istilah yaitu hadits yang diriwayatkan
dari sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian
baru mutawatir setelah sahabat dan demikian pila setelah mereka”.
b.
Hadits Ghair
Masyhur
Hadits ghair masyhur ini oleh ulama ahli hadits digolongkan menjadi
aziz dan gharib.
1.
Hadits Aziz
Aziz bisa berasal dari ‘azza-ya’izzu yang berarti la yakadu yujadu
atau qalla wa nadar (sedikit atau jarang adanya), dan bisa berasal dari azza
ya’azzu berarti qawiya(kuat). Secara istilah yaitu hadits yang perawinya tidak
kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad”.
2.
Hadits Gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau
al-ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabatnya).
B.
HADITS DI TINJAU DARI KUALITASNYA
1.Hadits Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti ma’khuz(yang diambil) dan mushaddaq(yang di benarkan atau di
terima). Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang telah sempurna
padanya,syarat-syarat penerimaan[3].
Syarat-syarat penerimaan suatu
hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan dengan sanadnya, yaitu sanadnya
bersambung, di riwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit, dan juga berkaitan
dengan matannya tidak syadz dan tidak
ber’illat.
Dalam pada itu, tidak semua hadits
maqbul boleh diamalkan, akan tetapi ada juga yang tidak boleh diamalkan. Dengan
kata lain, hadits maqbul ada yang ma’mulun
bih yakni hadits yang bias diamalkan
dan ada yang ghair ma’mulin bih yakni
hadits yang tidak bisa diamalkan. Yang ma;mulun bih adalah hadis muhkam, yakni hadis yang telah
memberikan pengertian jelas; mukhtalif,
yakni hadis yang dapat dikompromikan dari dua buah hadis atau lebih, yang
secara lahiriah mengandung pengertian bertentangan; Rajih, yakni hadis yang lebih kuat, dan hadis nasikh, yakni hadis yang menasakh terhadap hadis, yang datang
terlebih dahulu. Sedangkan yang ghair
ma’mulin bih adalah hadis marjuh,
yakni hadis yang kehujjahannya dikalahkan oleh hadis yang lebih kuat, mansukh, yakni hadis yang telah
dinasakh(dihapus), dan hadis mutawaquf
fih, yakni hadis yang kehujjahannya ditunda, karena terjadinya pertentangan
antara satu hadis boleh dengan lainnya
yang belum diselesaikan.
Dilihat dari ketentuan-ketentuan
hadis maqbul seperti diuraikan di atas, maka hadis maqbul digolongkan menjadi
dua, yaitu hadis shahih dan hasan .
2.
Hadits Mardud
Mardud
menurut bahasa berarti “yang ditolak” atau yang “tidak diterima”. Sedangkan
mardud menurut istilah ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau
sebagian syarat hadis maqbul.
Para
ulama mengelompokkan hadis jenis ini menjadi dua yaitu hadis dha’if dan hadis maudhu’ . dan pada akhirnya, pembagian hadis dilihat dari
diterima-tidaknya dibagi menjadi tiga, yaitu: hadis shahih, hasan, dha’if.
Menurut Ibnu Taymiyah, ulama yang
membagi hadis menjadi tiga bagian ini mulai diperkenalkan oleh Abu Isa
Al-Tirmidzi, karena ia banyak meriwayatkan hadis dan memberikan keterangan
periwayatan dengan kata, misalnya hadis “shahih
hasan gharib”.
A.
Hadits shahih
Sahih menurut bahasa lawan dari kata saqim[4].
Kata sahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti “sah,
benar, sempurna sehat, pasti”. Pengertian hadis sahih secara definitif
eksplisit belum dinyatakan oleh ahli hadis dari kalangan al-mutaqaddimin(sampai abad III). Mereka pada umumnya hanya
memberika penjelasan mengenai criteria penerimaan hadis yang dapat dipegangi.
Di antara pernyataan-pernyataan mereka adalah”Tidak diterima periwayatan suatu
hadis kecuali yang bersumber dari orang-orang yang tsiqqat, tidak diterima
periwayatan suatu hadis yang bersumber dari orang-orang yang tidak dikenal
memiliki pengetahuan hadis, dusta, mengikuti hawa nafsu, orang-orang yang
ditolak kesaksiannya”.
1.
Syarat-syarat
hadits sahih
·
Sanadnya
bersambung(ittishal al-sanad)
·
Perawinya adil
·
Perawinya
dhabit
·
Tidak syadz
(janggal)
·
Tidak ber-illat
(ghair mu’allal)
2.
Macam-macam
hadits sahih
Para ulama membagi hadis sahih ini di bagi menjadi dua macam,yaitu:
a.
Shahih li dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi
syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna, yaitu
syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas.
b.
Shahih li ghairihi, yaitu hadis yang tidak memenuhi
secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sebuah hadis maqbul (a’la sifat al-qubul)
Hal itu bias terjadi karena ada beberapa
hal, misalnya saja perawinya sudah diketahui adil tapi dari sisi
ke-dhabit—annya, ia dinilai kurang. Hadis ini menjadi sahih karena ada hadis
lainyang sama atau sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah lebih shahih.
B.
Hadits Hasan
Hasan
menurut bahasa berarti sesuatu yang di senangi dan dicondongi oleh nafsu[5].
sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendifinisikan
hadis hasan ini. Perbedaan pendapat ini terjadi disebabkan diantara mereka ada
yang menggolongkan hadis hasan sebagai hadis yang menduduki posisi diantara
hadis sahih dan hadis dha’if, yang dapat dijadikan hujjah. Memang menurut
sejarah ulama yang mula-mula memunculkan
istilah”Hasan” bagi suatu jenis hadis yang berdiri sendiri adalah Imam
Al-Tirmidzi.
1.
Syarat-syarat
hadits hasan
·
Sanadnya bersambung
·
Perawinya adil
·
Perawinya
dhabit, tetapi kualitas ke dhabitan nya dibawah perawi hadis sahih
·
Tidak terdapat
kejanggalan atau syadz
·
Tidak ber’illat
2.
Macam-macam hadits hasan
Para ulama ahli hadis membagi hadis hasan menjadi dua bagian,
yaitu:
A.
Hadis hasan li
dzatih
Pengertian hadis hasan li dzatih,sebagaimana pengertian
diatas,yaitu hadis hadis yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,
dhabit meskipun tidak sempurna ,dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada
keganjilan (syadz) dan cacat (‘illat) yang merusak.
Hadis hasan li dzatihi ini bias baik derajatnya menjadi hadis
shahih (li ghairihi) bila ada hadis
lain yang sejenis diriwayatkan melalui jalur sanad yang lain. Sebagai contohnya
adalah hadis al-tirmidzi yang diriwayatkan dari Muhammad bin Amr dari Abi
salamah dari Abi Hurairah.
B.
Hasan li
ghairihi
Secara singkat, hasan
li ghairihi ini terjadi dari hadis dha’if jika banyak periwayatannya,
sementara para perawinya tidak diketahui keahlianya dalam meriwayatkan hadis.
Akan tetapi mereka tidak sampai kepada derajat fasik atau tertuduh suka
berbohong atau sifat-sifat jelek lainnya. Begitulah para ulama memberikan
batasan hadis jenis ini, termasuk ibnu Al-shalah.
Jadi system
periwayatnnya terutama syarat-syarat kesahihannya banyak yang tidak terpenuhi,
akan tetapi para perawinya dikenal sebagai orang yang tidak banyak berbuat
kesalahan atau banyak berbuat dosa. Dan periwayatan hadis tersebut banyak
riwayat, baik dengan redaksi yang serupa(mitslahu)
maupun mirip(nahwahu).
Jadi hadis dha;if
yang bias naik kedudukannya menjadi hadis hasan ini, hanyalah hadis-hadis yang
tidak terlalu lemah. Sementara hadis-hadis yang sangat lemah, seperti hadis
mudhu’, hadis munkar dan hadis matruk, betapapun adanya shyahid dan muttabi’
kedudukannya tetap sebagai hadis dha’if, tidak bias berubah menjadi hadis
hasan.
C. Hadits Dla’if
Hadis yang di dalamnya
tidak terdapat ciri ke-sahih-an dan ke-hasan-an. Di dalamnya terdapat: periwayat pendusta atau
tertuduh dusta, banyak membuat kekeliruan, suka pelupa, suka maksiat dan fasik,
banyak angan-angan, menyalahi periwayat kepercayaan, periwayatnya tidak
dikenal, penganut bid’ah dan tidak baik hafalannya.[6]
Pembagian hadis da’if
menurut ulama membagi menjadi berbagai macam tergantung di mana letak kelemahannya.
Kelemahan tersebut bisa terjadi dalam lima hal, sebagaimana telah disebutkan di
atas sebagai salah satu syarat hadis sahih. Berikut ini diagram
macam-macam hadis da’if berikut letak kelemahannya:[7]
No.
|
Catatan Kelemahan
|
Nama
|
Keterangan
|
1.
|
Sanad Terputus
|
||
Secara Jelas
|
Mu'allaq
|
Hadis yang dibuang di permulaan sanadnya
baik yang dibuang itu hanya seorang maupun banyak.
|
|
Mursal
|
Hadis yang nama periwayat pertama di
tingkat sahabat digugurkan atau tidak disebut namanya.
|
||
Mu'dal
|
Hadis yang gugur periwayatnya sebanyak
dua atau lebih periwayat secara berturut-turut.
|
||
Munaqati'
|
Hadis yang periwayatnya gugur atau
disebutkan periwayat yang tidak jelas.
|
||
Secara Sembunyi
|
Mudallas
|
Menyembunyikan aibnya dalam sanad dan
membaguskan dlahirnya.
|
|
Mursal chafi
|
Periwayat tidak pernah
bertemu dan mendengar langsung hadis yang diriwayatkannya dan dinyatakan
bertemu, namun sejatinya tidak demikian.
|
||
2.
|
Cacat Rawi
|
||
Secara Adil
|
Mawdu'
|
Hadis yang dibuat dan seakan-akan dari
Rasulullah saw.
|
|
Matruk
|
Hadis yang dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta
dan nampak kefasikannya.
|
||
Secara Kedabitan
|
Munkar
|
Hadis yang dalam sanadnya
terdapat rawi yang sangat jelek hafalannya atau banyak kesalahan atau nampak
sifat fasiqnya.
|
|
Ma’ruf
|
Hadis yang
diriwayatkan oleh rawi kepercayaan menyalahi atau menyelisihi hadis yang
diriwayatkan oleh rawi da’if.
|
||
Mu'allal
|
Hadis yang mengandung
cacat yang dapat menodai kesahihan
|
||
Mudraj
|
Hadis yang sanad
atau matannya terdapat suatu tambahan.
|
||
Maqlub
|
Hadis yang terbalik lafalnya pada
matan, nama seseorang atau nasabnya dalam sanad.
|
||
Mazid fi Muttasil
al-Asanid
|
Adanya penambahan periwayat tertentu
dalam suatu sanad.
|
||
Mudtorib
|
Hadis yang didalamnya masih terdapat
perselisihan.
|
||
Al-mushahhaf
|
Perubahan kalimat dalam hadis kepada
yang selain apa yang diriwayatkan oleh rawi tsiqat baik berupa lafadz
maupun berupa arti.
|
||
Syadz
|
Hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul
menyelisihi orang
yang utama dari padannya.
|
||
Majhul
|
Tidak di ketahuinya
identitas pribadi seseorang rawi atau keadaanya.
|
||
Bid’ah
|
Kejadian baru dalam
ajaran agama sesudah sempurna, atau perkara baru sesudah nabi saw. Baik
berupa keingina-keinginan atau perbuatan-perbuatan.
|
||
Su’ul hifdli
|
Orang yang segi kebenarannya tidak
dapat dikekuatkan atas segi kesalahannya.
|
Gambaran
hadis yang da'if di atas, masih dapat diperkaya
karena jumlah yang diinvetarisir oleh ulama hadis sangat
banyak. Adapun pandangan ulama atas hadis yang lemah adalah:
1. Dipelopori oleh Ibn Sayid al-Nas,
Abu Bakar ibn 'Arabi, Bukhari, Muslim dan Ibn Hazm, tidak memakai hadis da'if secara mutlak, baik untuk fadail a'mal ataupun dalam
bidang hukum.
2. Dipelopori Ahmad ibn Hanbal, Abu
Dawud, Abdurrahman al-Mahdi dan Abdullah ibn Mubarak, yang menyatakan bahwa
mengamalkan hadis da'if secara
mutlak dengan alasan hadis da'if masih lebih baik dibanding dengan pendapat manusia.
3. Ibn Hajar al-'Asqalani, menggunakan
hadis yang lemah dalam hal fadail a'mal dengan syarat tertentu sanadnya
tidak terlalu lemah, hadis tersebut menerangkan keutamaan amalan yang telah
ditetapkan dalam hadis sahih, seperti tentang keutamaan shalat duha,
tidak disandarkan secara pasti melalaui Nabi Muhammad saw. [8]
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat kami susun, semoga dapat membawa manfaat bagi pemakalah
khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran
yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Muhammad Al Fayyumi, Al-Mishbah
Al Munir fi Gharib Al Syarh Al Kabir li Al-Rafi’i, juz II (Beirut: Dar Al
Kutub Al Ilmiyah,1938H/1978)
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. 1989. Usul Al-Hadis| 'Ulumuh wa Mustalahuh.Beirut: Dar
al-Fikr.
Ibnu Taimiyah, Ilmu Al Hadits,(Beirut: Dar Al
Kutub Al Ilmiyyah 1989)
Suparta,Munzir.2002.Ilmu Hadits.Jakarta:PT.RajaGrafindo
Persada.
Thahhan,
Mahmud. 1997. Ulumul hadis studi komplesitas hadis nabi. Yogyakarta:
Titian Ilahi Press & LP2KI.
JT Casino: Slots, Table Games and More - KC Hub
BalasHapusWith more than 1,100 casino 용인 출장샵 games and 1,200 live dealer 대구광역 출장안마 slots games, JT Casino brings you 부천 출장마사지 the best in online 광주광역 출장마사지 gaming 군산 출장안마 with the most exciting bonuses at KC Hub.